Kamis, 10 Desember 2009

BELUM PUASKAH INDONESIA DI ADU DOMBA


Belum Puaskah Indonesia Di Adu Domba ?.


Sebuah Kajian Mengenai “Politik Adu Domba Atau Adu Domba Dalam Politik”



Bismillaahirrahmaanirrahiim

Dengan izin Allah saya dapat membuat tulisan yang singkat ini dengan diperoleh dari berbagai sumber dan analisa beberapa fakta yang terjadi sampai dengan sekarang ini.

Mungkin melihat judul di atas, kita hanya membayangkan kejadian pada zaman penjajahan Belanda saja yang dikenal dengan istilah “Devide et impera”. Namun tidak demikian yang terjadi sebenarnya. Sampai saat ini negara kita masih dalam penguasaan dan penjajahan pihak asing. Dengan berbagai istilah yang dimunculkan. Seperti imperialisme, Liberalisme, nasionalisme, Pluralisme, Feminimisme, Sekularisme, Kapitalisme dan masih banyak isme-isme yang lain yang bertebaran di Indonesia saat ini.

Wahai saudara-saudaraku.. ketahuilah dan sadarilah bahwa semua itu adalah bentuk dari penjajahan dan akal busuk agar Indonesia dapat dengan mudah berada dalam genggaman mereka (Yahudi).

Bentuk Adu domba yang telah dijalankan demi kepentingan Yahudi..

1. Politik adu domba pemerintah Belanda. Sebagian dari kita sudah menyadari bahwa adu domba yang dilakukan oleh Belanda telah memecah belah Persatuan Penduduk Indonesia. Di zaman belanda ini yahudi telah berhasil menerapkan hukum buatan untuk dipakai di Indonesia. Dan ini pun masih dipakai sampai dengan sekarang.

2. setelah indonesia merdeka perpecahan terjadi dengan banyak partai-partai yang bermunculan di awal kemerdekaan tersebut.

3. Berakhirnya masa orde baru, indonesia berada pada masa transisi politik dimana Soeharto “digulingkan” lengser dari jabatan presiden RI. Bersamaan dengan waktu peralihan politik munculah istilah desentralisasi. Berikut ini nukilan artikel dari Swaramuslim.net juni 2006. (Namun ketika berbarengan dengan penggulingan Soeharto Mei '98 kemarin muncul ide Otda yang menghendaki perubahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi membuat kita semua seperti mendapatkan angin segar perubahan. Desentralisasi-nya ditempatkan di Dati-II, bukannya di Dati-I maupun Desa. Mahasiswa '98 dengan menggunakan dialektika ide saja tanpa merujuk kepada dialektika material (penelitian ilmiah lapangan yang komprehensif maupun pengalaman empiris yang terukur) langsung merespon (menyambar) ide tersebut dengan cepat. Ide itu langsung diterima begitu saja dan kemudian disuarakan untuk diperjuangkan. Bahkan sampai-sampai Otda ini dimasukkan menjadi salah satu Amanat Reformasi.

Sementara itu pihak kapitalis tidak demikian. Sebelum menelurkan ide Otonomi Daerah (Desentralisasi Dati-II) di Indonesia, mereka melakukan penelitian lapangan terlebih dahulu. Penelitian lapangan ini dilakuan dengan menggunakan "bungkus" bantuan maupun kemanusiaan melalui Bank Dunia, ADB, US-AID, AUS-AID dll. Bentuk penelitian mereka ini "terbungkus" rapi di dalam beberapa program sepert : program pelatihan bagi UKM, program penyediaan air bersih pedesaan, pemberdayaan ekonomi rakyat, program pemetaan wilayah rawan konflik Indonesia, program belajar S2/S3 ilmu sosial di LN dengan tesis/disertasi yang studi kasusnya diambil di Indonesia dll. Semua program ini secara kasat mata merupakan program bantuan murni tanpa kepentingan pemberi dana. Namun sebenarnya tidak demikian. Bank Dunia dan beberapa lembaga donor tersebut yang juga merupakan "teman-nya" IMF (yang sama-sama dibentuk di Bretton Wood akibat resesi ekonomi pasca Perang Dunia II) tersebut mempunyai target sampingan di balik pemberian bantuan. Lembaga-lembaga ini melakukan research di Indonesia dengan menggunakan orang-orang Indonesia. Bermainnya memang sangat halus. Hasil kompilasi dari penelitian beberapa tahun di Indonesia inilah yang membuat mereka mengambil kesimpulan untuk membuat kebijakan Otda di Indonesia yang kemudian diminta untuk dijalankan di Indonesia. Mahasiswa '98 hanya mendapat tempat untuk sebagai corong lapangan-nya saja. Ryas Rasyid (yang katanya menjadi konseptor Otda Indonesia) hanya kebagian menjadi think tank kecilnya. Dalang-nya tetap Intelektual-nya Kapitalis AS.

(Skenario "Indonesia - Yahudi" RayaUntold Story / the X files Oleh : Khadijah Noer (PPMI-Jak) 18 Nov 2003 - 7:00 pm)

4. setelah lengsernya Soeharto dari presiden, partai-partai pun kembali bermunculan seperti Jamur yang tumbuh dengan alasan Demokrasi (salah satu bentuk propaganda yahudi dalam politik). Pada tahun 1999 jumlah partai yang tumbuh di Indonesia sebanyak ……. Pada tahun

5. Pada tahun 2004 jumlah partai yang ikut dalam pemilu Indonesia adalah sebanyak 24 partai. Dari 24 partai yang ikut dalam pemilu calon legislatif di “adu” dengan calon lain dari partai lain sehingga setiap calon harus mempunyai strategi dalam “berperang” dengan calon lain untuk mendapatkan kursi empuk yang penuh dengan kekayaan duniawi.

6. Pada Pemilu 2009 partai di Indonesia yang ikut dalam pemilu adalah sebanyak 34 partai. Namun masih ada “proyek” terselubung dibalik pemilu 2009. Sistem pemilihan caleg nya di pilih dengan metode suara terbanyak bagi para caleg tersebut. Tanpa kita sadari ini merupakan indikasi bahwa tidak hanya partai yang berkuasa yang di “adu “ untuk bersaing dalam kancah politik kekuasaan, namun dalam kubu partaipun sesama anggota caleg dalam satu partai pun menjadi “berperang” dalam mendapatkan suara terbanyak. Bukankah ini adu domba.?. pernahkah kita membayangkannya..?. masihkah kita percaya dengan demokrasi ?. karena di balik demokrasi itu ada bangkai yang tersimpan yang dibungkus dengan rapi. Dan suatu saat bangkai itu akan terbongkar dan mengeluarkan bau yang sangat busuk. Insya Allah.

Oleh karena itu perlu kita sadari bersama dan amati secara teliti dampak dari perpecahan politik yang berkembang dari tahun ketahun. Bukti dan fakta banyak membuktikan bahwa apa yang diperkirakan akan berdampak kearah yang lebih baik malah menjadikan kondisi dan suasana politik di Indonesia semakin keruh dan penuh dengan perseteruan yang tidak sehat.

Mudah-mudahan kita semua dapat memahami dan menjadikan pelajaran untuk kedepannya bahwa apa yang dicita-citakan tidak sesuai dengan yang terjadi pada saat ini.

Semoga kesalahan-kesalahan dimasa lalu dapat memicu kita untuk berbuat dan berpikir kearah mana kebenaran itu akan kita perjuangkan.

Penulis